Agar bias menemukan
inspirasi bagaimana menulis yang bagus, berbobot, dan memikat, kita perlu
menikmati, mengapresiasi, dan menghayati tulisan atau karya (penulis tenar)
sebanyak-banyaknya. Sebagai penulis pemula, pada tahap-tahap awal kita tidak
apa-apa jika mencontoh style dan gaya penulis mapan yang tergolong
“senior”, nanti toh lama kelamaan kita akan menemukan gaya dan cirri
khas kita sendiri. Penulis-penulis yang telah tergolong mapan dan senior pun
dulu waktu masih dalam tahap pencarian eksistensi diri (kebanyakan) juga
mencontoh dan melakukan identifikasi kepada penulis pendahulunya yang tergolong
mapan dan senior pula.
Modal utama seorang
penulis adalah kelancaran berbahasa. Kelancaran berbahasa ini hanya bias
dilatih dan diasah dengan cara membaca sebanyak mungkin dan latihan
terus-menerus tanpa kenal lelah. Menulis adalah proses latihan dan mencoba terus-menerus.
Semakin sering mencoba, seseorang akan semakin lancer menulis. Kemampuan bisa
diibaratkan juga seperti mata pisau, agar tidak berkarat maka mata pisau harus
dipakai dan diasah terus-menerus.
Untuk menjadi
penulis, kita mungkin perlu membaca berbagai buku tentang teori menulis. Akan
tetapi, janganlah kita berhenti hanya sebatas teori. Yang lebih penting lagi
adalah praktiknya, yakni bagaimana kita mencoba latihan menulis secara
terus-menerus. Mencoba dan mencoba lagi sampai bisa. Mencoba dan mencoba lagi
sampai lancar. Semakin sering mencoba akan semakin bagus.
Pada tahap-tahap
awal latihan menulis, kita bisa mencoba minta tolong kepada penulis yang lebih
senior atau siapa pun yang kita rasa mampu untuk mengevaluasi dan mengoreksi
tulisan kita. Misalnya, soal apa kelebihan dan kekurangan tulisan kita. Kita
tidak perlu segan dan malu untuk minta tolong kepada orang lain yang kita rasa
lebih mampu. Biarlah dia mengkritik dan “membantai” tulisan kita. Yang penting
kita mendapat masukan dan kritik yang konstruktif untuk memperbaiki dan
membenahi tulisan kita.
Koreksi dan evaluasi
terhadap sebuah tulisan, biasanya menyangkut dua hal, yakni bobot isi atau tema
serta teknik penyajian (meliputi bahasa, sistematika, dan keruntutan). Problem
utama seorang penulis pemula biasanya terletak pada kesulitannya dalam membuat
kalimat yang efektif. Penulis pemula biasanya terlalu berbelit-belit dan
bertele-tele dalam merangkai kalimat. Kalimat dan bahasa seorang penulis yang
ideal seharusnya jernih, lugas, padat, enak dibaca, dan komunikatif. Kalimat
yang bagus dan ideal adalah kalimat yang sedang-sedang saja, tidak terlalu
pendek dan juga tidak terlalu panjang.
Tingkat kecerdasan
seseorang (kadang) bisa diukur dari sejauhmana dia lancer berbahasa, baik
bahasa lisan maupun tulisan. Jika seseorang lancer berbahasa dan merangkai
kalimat, menunjukkan bahwa dia adalah sosok yang kritis dan cerdas. Sebaliknya,
jika seseorang tergolong kurang cerdas atau bahkan bodoh, dia akan tampak rancu
dan kurang lancar dalam berbahasa dan merangkai kalimat. Tingkat kelancaran dan
kebaikan berbahasa bahkan bisa untuk mengukur kepribadian seseorang. Seseorang
yang cerdas dan kritis akan selalu jernih, lancar, sistematis, dan komunikatif
dalam menuangkan ide dan gagasannya.
Proses menulis
sebetulnya merupakan pergumulan yang (seharusnya) intens dan total. Seorang
penulis yang baik akan berjuang sekuat tenaga untuk mencari ide dan memilih
kata-kata terbaik untuk menuangkan idenya. Mencari atau menjemput ide adalah
satu hal, sementara menuangkan ide dalam bentuk tulisan adalah hal yang lain
lagi. Seorang (penulis) yang mendapatkan ide belum tentu menjamin dirinya bisa
menuangkan ide tersebut dalam bentuk tulisan yang jernih dan mengalir lancar.
Begitulah, di tangan
seorang penulis, bahasa dan kalimat bisa menjadi indah, puitis, kocak, tajam,
dan menusuk. Medan laga seorang penulis adalah bahasa, karena itulah penulis
harus terus-menerus “berkelahi” dengan bahasa. Penulis akan berjuang merangkai
kata dan kalimat seteliti mungkin. Menurut esais Goenawan Mohamad, preses
menulis adalah bagaikan mengukir, menatah, dan membesut, sedikit demi sedikit
memilih dan merangkai bkata dan kalimat, berjuang dengan tanda baca, secermat
mungkin, dan sebaik mungkin. Goenawan adalah seorang dari sekian banyak penulis
yang (mungkin) paling teliti dengan karyanya. Bukan hanya dari aspek ide dan
tema, melainkan juga penggarapannya. Ia sangat cermat memilih kata dan
merangkai kalimat sehingga sangat jarang kita temukan kerancuan dan kejanggalan
dalam tulisan-tulisannya, terutama dari aspek bahasa dan teknik penyajian.
Goenawan selalu
menyajikan tulisannya dengan kalimat yang variatif dan tidak monoton. Ini
mungkin sesuai dengan tekad dan kredonya bahwa “monotonisasi dan repetisi
(pengulangan) rasanya merupakan cacat dalam proses kreatif”.
Sumber: M. Arief
Hakim, Kiat Menulis Artikel di Media dari Pemula Sampai Mahir, 2005, Bandung:
Nuansa Cendekia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar