Kamis, 27 September 2012

Mengasah Naluri Berbahasa


Agar bias menemukan inspirasi bagaimana menulis yang bagus, berbobot, dan memikat, kita perlu menikmati, mengapresiasi, dan menghayati tulisan atau karya (penulis tenar) sebanyak-banyaknya. Sebagai penulis pemula, pada tahap-tahap awal kita tidak apa-apa jika mencontoh style dan gaya penulis mapan yang tergolong “senior”, nanti toh lama kelamaan kita akan menemukan gaya dan cirri khas kita sendiri. Penulis-penulis yang telah tergolong mapan dan senior pun dulu waktu masih dalam tahap pencarian eksistensi diri (kebanyakan) juga mencontoh dan melakukan identifikasi kepada penulis pendahulunya yang tergolong mapan dan senior pula.

Modal utama seorang penulis adalah kelancaran berbahasa. Kelancaran berbahasa ini hanya bias dilatih dan diasah dengan cara membaca sebanyak mungkin dan latihan terus-menerus tanpa kenal lelah. Menulis adalah proses latihan dan mencoba terus-menerus. Semakin sering mencoba, seseorang akan semakin lancer menulis. Kemampuan bisa diibaratkan juga seperti mata pisau, agar tidak berkarat maka mata pisau harus dipakai dan diasah terus-menerus.

Untuk menjadi penulis, kita mungkin perlu membaca berbagai buku tentang teori menulis. Akan tetapi, janganlah kita berhenti hanya sebatas teori. Yang lebih penting lagi adalah praktiknya, yakni bagaimana kita mencoba latihan menulis secara terus-menerus. Mencoba dan mencoba lagi sampai bisa. Mencoba dan mencoba lagi sampai lancar. Semakin sering mencoba akan semakin bagus.

Pada tahap-tahap awal latihan menulis, kita bisa mencoba minta tolong kepada penulis yang lebih senior atau siapa pun yang kita rasa mampu untuk mengevaluasi dan mengoreksi tulisan kita. Misalnya, soal apa kelebihan dan kekurangan tulisan kita. Kita tidak perlu segan dan malu untuk minta tolong kepada orang lain yang kita rasa lebih mampu. Biarlah dia mengkritik dan “membantai” tulisan kita. Yang penting kita mendapat masukan dan kritik yang konstruktif untuk memperbaiki dan membenahi tulisan kita.

Koreksi dan evaluasi terhadap sebuah tulisan, biasanya menyangkut dua hal, yakni bobot isi atau tema serta teknik penyajian (meliputi bahasa, sistematika, dan keruntutan). Problem utama seorang penulis pemula biasanya terletak pada kesulitannya dalam membuat kalimat yang efektif. Penulis pemula biasanya terlalu berbelit-belit dan bertele-tele dalam merangkai kalimat. Kalimat dan bahasa seorang penulis yang ideal seharusnya jernih, lugas, padat, enak dibaca, dan komunikatif. Kalimat yang bagus dan ideal adalah kalimat yang sedang-sedang saja, tidak terlalu pendek dan juga tidak terlalu panjang.

Tingkat kecerdasan seseorang (kadang) bisa diukur dari sejauhmana dia lancer berbahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Jika seseorang lancer berbahasa dan merangkai kalimat, menunjukkan bahwa dia adalah sosok yang kritis dan cerdas. Sebaliknya, jika seseorang tergolong kurang cerdas atau bahkan bodoh, dia akan tampak rancu dan kurang lancar dalam berbahasa dan merangkai kalimat. Tingkat kelancaran dan kebaikan berbahasa bahkan bisa untuk mengukur kepribadian seseorang. Seseorang yang cerdas dan kritis akan selalu jernih, lancar, sistematis, dan komunikatif dalam menuangkan ide dan gagasannya.

Proses menulis sebetulnya merupakan pergumulan yang (seharusnya) intens dan total. Seorang penulis yang baik akan berjuang sekuat tenaga untuk mencari ide dan memilih kata-kata terbaik untuk menuangkan idenya. Mencari atau menjemput ide adalah satu hal, sementara menuangkan ide dalam bentuk tulisan adalah hal yang lain lagi. Seorang (penulis) yang mendapatkan ide belum tentu menjamin dirinya bisa menuangkan ide tersebut dalam bentuk tulisan yang jernih dan mengalir lancar.

Begitulah, di tangan seorang penulis, bahasa dan kalimat bisa menjadi indah, puitis, kocak, tajam, dan menusuk. Medan laga seorang penulis adalah bahasa, karena itulah penulis harus terus-menerus “berkelahi” dengan bahasa. Penulis akan berjuang merangkai kata dan kalimat seteliti mungkin. Menurut esais Goenawan Mohamad, preses menulis adalah bagaikan mengukir, menatah, dan membesut, sedikit demi sedikit memilih dan merangkai bkata dan kalimat, berjuang dengan tanda baca, secermat mungkin, dan sebaik mungkin. Goenawan adalah seorang dari sekian banyak penulis yang (mungkin) paling teliti dengan karyanya. Bukan hanya dari aspek ide dan tema, melainkan juga penggarapannya. Ia sangat cermat memilih kata dan merangkai kalimat sehingga sangat jarang kita temukan kerancuan dan kejanggalan dalam tulisan-tulisannya, terutama dari aspek bahasa dan teknik penyajian.

Goenawan selalu menyajikan tulisannya dengan kalimat yang variatif dan tidak monoton. Ini mungkin sesuai dengan tekad dan kredonya bahwa “monotonisasi dan repetisi (pengulangan) rasanya merupakan cacat dalam proses kreatif”.


Sumber: M. Arief Hakim, Kiat Menulis Artikel di Media dari Pemula Sampai Mahir, 2005, Bandung: Nuansa Cendekia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar