Rabu, 12 September 2012

Lebaran di Kampung Orang

Lebaran bersama orang tua adalah moment yang selalu diharapkan setiap anak, karena mungkin sebagian dari kita hanya moment seperti itulah bisa meminta maaf dan bersimpuh langsung dihadapan mereka. Jika dihari lain mencium tangan mereka saja kita tidak sempat, karena disibukkan dengan berbagai tetek bengek duniawi,dan  hanya sibuk dengan diri sendiri.
Mungkin itulah alasan sebagian orang merindukan lebaran. Bagi mereka yang tinggal jauh dengan orang tua relah mengeluarkan biaya yang besar dan waktunya untuk mudik (pulang kampung) agar bisa berlebaran dengan orang tua mereka.
Tapi berbeda dengan aku disaat orang- orang lebih memilih pulang kampung untuk berlebaran dengan orang tuanya, aku lebih memilih untuk meninggalkan mereka dan kampung halaman. Berat juga rasanya karena itu kali pertama harus berlebaran tidak bersama mereka.
Lebaran tahun lalu, tepatnya 1432 H (2011) adalah pertama kalinya aku berpuasa sebulan penuh dikampung orang. Aku lebih memilih meninggalkan Sulawesi untuk menyambut puasa dan berlebaran dengan kakak yang tinggal di Pontianak (Kalimantan Barat).
 Entahlah keinginan untuk tidak berlebaran dengan orang tua begitu kuat. Mungkin karena kerinduan kepada ponakan-ponakan atau karena hanya ingin merasakan puasa dan lebaran yang berbeda dikampung orang.
Ada perasaan sedih saat suara takbiran mulai berkumandang. Silih berganti wajah mama, bapa dan kampung halaman membanyangi. Terbanyang bagaimana suasana rumah saat menyambut lebaran.
Malam itu aku hanya habiskan duduk ditepi sungai Kapuas menyaksikan kembang api yang memenuhi langit Pontianak. Dan sejenak melupakan kesedihan saat melihat ponakan-ponakanku tertawa riang sambil melempar petasan dan kembang api mereka.
Hari lebaran tanpa mama dan bapa terasa sangat berbeda, biasanya sepulang dari shalat idul fitri duduk bersimpuh dihadapan mereka memohon maaf dan memeluk mereka, tapi hari itu hanya bisa meminta maaf lewat Hand Phone. Walau mendapat kata maaf dari mereka tapi tetap saja berbeda tak bisa melihat wajah dan dapat mencium langsung tangan-tangan mereka.
Hari itu aku sadar ternyata begitu berartinya mereka dalam hidupku, perpisahanku yang hanya sesaat ternyata belum bisa membuatku tegar dan kuat. Aku tidak tahu jika perpisahan itu terjadi untuk selamanya, apakah aku bisa tegar dan kuat???
TUHAN………Berilah kami umur panjang penuh berkah, hingga dapat kembali bertemu Ramadhan dan bisa berkumpul meranyakan lebaran bersama kedua orang tuaku dan semua keluarga dalam keadaan yang lebih bahagia, Amin. 
Kontributor: Mulhusna

1 komentar:

  1. lebaran bila di inget-inget gak ada habisnya cerotanya sob,apalagi kalo udah ngomongin ortu nomor wahid .....

    BalasHapus