Selama ini Widuatmala
dikenal sebagai Si Anak Petir. Disebabkan oleh kalung bermata batu petir yang
menggantung dilehernya. Batu petir itu ditemukan ayahnya ketika Widuatmala
lahir. Kejadiannya memang cukup menjadi berita besar yang banyak
diperbincangkan oleh penduduk kota
Rajatapura. Rajatapura adalah ibukota kerajaan Salakanagara. Sebuah kerajaan
pertama di pulau Jawa yang berdiri sekitar tahun 130 Masehi.
Saat terjadi hujan yang
sangat besar dan petir sambung menyambung tiada henti, Widuatmala lahir ke
dunia. Ibunya sendiri tak pernah menyangka Widuatmala akan lahir ke dunia
secepat itu. Menurut perhitungan kalender, usia kandungan ibu Widuatmala baru
menginjak tujuh purnama. Jadi mana mungkin bayinya akan lahir dalam usia
kandungan seperti itu. Biasanya setiap ibu baru melahirkan ketika kandungannya
berusia sembilan warsih/purnama.
Makanya Ibu Widuatmala
tenang-tenang saja dengan kandungannya. Beliau masih kerap membantu suaminya
bekerja di ladang dan di sawah. Apalagi saat itu masih musim hujan, merupakan
kesempatan yang baik untuk bercocok tanam karena air berlimpah dan cuaca yang
cukup hangat.
Ayah dan ibu Widuatmala
tengah mengaso di dangau ketika tiba-tiba hujan mengalir deras. Air hujan
seakan-akan ditumpahkan begitu saja dari langit. Petir dan halilintar
bersahut-sahutan, membuat suasana dangau ditengah pesawahan terasa mencekam.
Entah karena kaget atau ketakutan melihat kilat dan halilintar yang tak kunjung
mereda, perut ibu Widuatmala mulas-mulas tak karuan. Beliau mengerang-erang
saking sakitnya.
Kekagetan ibu Widuatmala
mencapai puncaknya ketika ada sebuah cahaya sebesar kepalan tangan dari langit
yang menuju dangau tempat mereka berteduh. Diiringi gemuruh petir yang
memekakkan telinga, cahaya berbentuk bola api itu terjatuh ditengah sawah.
Tepat disamping dangau. Saat terjatuh, bola api itu langsung melesak kedalam
lumpur. Memunculkan suara keras dan menghasilkan lubang yang menganga. Ayah
Widuatmala malah mengejar sang bola api. Tak peduli pada istrinya yang
mengerang sakit.
Dia mendapati sebuah
batu berwarna hitam legam sebesar kepalan tangan bayi di dalam lobang tempat
jatuhnya bola api. Ayah Widuatmala yakin, bahwa batu yang ditemukannya adalah
batu api dari langit yang kerap dibicarakan orang. Biasanya batu api dari
langit mengandung keistimewaan tertentu. Tergantung siapa yang memilikinya.
Saat ayah Widuatmala
kembali ke dangau, dia mendapati istrinya sedang merintih kesakitan karena sang
jabang bayi mendesaknya untuk segera dilahirkan ke dunia. Air ketuban istrinya
sudah pecah. Ayah Widuatmala sangat panik. Dia segera menggendong sang istri
dan berlari ditengah hujan yang masih rintik-rintik. Ayah Widuatmala berlari
kencang membawa sang istri ke dukun beranak di Rajatapura. Widuatmala lahir ke
dunia dengan selamat.
***
Sejak kecil Widuatmala
terkenal pemberani. Anak itu tak takut pada binatang buas seperti ular atau
kalajengking. Dia dengan asik bermain-main dengan kedua binatang itu.
Widuatmala selalu memperlakukan semua binatang dengan penuh kasih sayang. Orang
tuanya sempat khawatir dengan sifat berani Widuatmala. Tapi akhirnya mereka
tahu bahwa Widuatmala sudah bisa membatasi keberaniannya sendiri. Untuk
mengenang keberanian Widuatmala, sang ayah membuatkan kalung bermata batu api
yang ditemukannya saat kelahiran Widuatmala dulu. Dia tak pernah lepas dari
leher Widuatmala. Benda itu sebagai pemberi semangat pada Widuatmala untuk
tetap berani karena benar.
Keberaniannya
dipergunakan Widuatmala untuk membela teman-temannya yang lemah. Teman-teman yang
kerap diperlakukan tidak adil oleh anak-anak yang merasa diri mereka lebih kuat
dari yang lain. Seperti teman-temannya di sekolah.
Widuatmala selalu yang
terdepan saat membela Dhari Listu dan Kawul di sekolahnya, Sekolah Yogiswara.
Mereka kerap diusili kelompok lain yang dipimpin Trengganu dan Paramita.
Keduanya memang begitu usil dengan kelompok Widuatmala. Mungkin karena
Trengganu dan Paramita merasa sebagai anak pejabat Tinggi di negaranya. Makanya
mereka menjadi anak yang sombong dan angkuh. Meskipun begitu. Keisengan
keduanya pada Dhari Listu dan Kawul, menjadi tidak ada artinya saat ada Widuatmala.
Dengan keberanian Widuatmala, mereka jadi terhindar dari keusilan Trengganu dan
Paramita.
~*~
Pesan
Moral
Kelebihan yang dipunyai kita
memang selayaknya dipergunakan untuk membantu orang lain. Seperti yang
diperlihatkan Widuatmala. Dengan keberanian yang dipunyainya, Dia kerap
melindungi Dhari Listu dan Kawul yang diusili teman-temannya di Sekolah
Yogiswara.
*) Deddy K. Sumirta : Sumedang, Jawa
Barat.
Sumber gambar dari sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar