“Reva, besok ada ulangan kan ? Kok kamu nggak
belajar ?” Tanya Mama.
“Nanti dulu Ma,
lagian cuman ulanganan matematika.” Jawab Reva yang tidak mengindahkan
saran mamanya
“Lho, kok gitu.
Memangnya Reva sudah bisa ?”
“Yah, ntar aja
deh Ma belajarnya, acara TVnya lagi seru nih.”
“Belajar dulu,
kan lebih penting belajarnya daripada acara TV.” “Ini penting juga
Ma, ntar Reva ketinggalan berita teman-teman tentang acara TV ini.” Kata Reva denga muka kusut.
“Reva, kan penting
pelajarannya lagian acara TV juga nggak keluar dalam ujian.”
“10 menit lagi
Ma.”
Sepuluh menit
telah berlalu tetapi Reva masih saja asyik melihat acara TV.
“Udah sepuluh
menit lho Rev.”
“Aduh, tanggung
Ma ini bentar lagi tamat. Bentar lagi aja.”
“Belajar dulu
Rev.”
“Bentar lah Ma,
tinggal bentar ini.”
“Ntar kalau
nilai kamu jelek gimana ?.”
“Biarkan lagian
juga cuman ulangan Matematika.” Jawab Reva yang mulai takabur. Ia merasa
sudah pandai karena selama ini nilainya selalu tertinggi dan merasa tidak ada
lagi yang dapat menyainginya walaupun ia tidak belajar.
“Rev, Mama mau
tidur dulu. Mama agak pusing nih, ntar belajar lho Rev.”
“Iya, Ma.”
Tanpa terasa
waktu memang terus berlalu sampai Reva lupa akan pesan Mamanya, ia lupa belajar
dan tertidur di depan TV. Adzan subuh terdengar, TV di ruang keluarga masih
menyala, dan Reva masih tertidur disana. Reva kemudian bangun dari tidurnya, ia
terkaget karena tak terasa hari sudah pagi, ia lupa belajar.
“Rev.”
“Apa Ma.”
“Kok kamu tidur
disitu ?”
“Tadi malam Reva
tertidur Ma.”
“Jadi kamu nggak
belajar?”
“Belum Ma.”
“Kenapa ?”
“Tadi malam Reva
keasyikan nonton TV Ma, terus Reva tertidur. Maafin Reva Ma.”
“Sholat lalu
belajar dulu sana mumpung masih agak pagi.’’
“Iya Ma.”
Reva belajar
dengan tergesa-gesa, tidak banyak materi yang terlalu dikuasainya. Ia menyesal
karena tadi malam tidak belajar dan menyepelekan amanat Mamanya, ia takut jika
hasil ulangannya buruk, ia malu terhadap teman-temannya karena Ia sering menyombongkan
diri dengan nilai-nilai yang telah diraihnya.
Jarum jam menunjukkan
pukul enam lebih sepuluh, Reva masih belum bersiap untuk berangkat sekolah, dan
masih sibuk membolak-balik buku materi yang akan diujiankan nanti.
“Rev, kok kamu
belum siap, ini udah jam berapa ? ntar kamu telat.”
“Bentar Ma,
lagian ntar Reva juga diatar Pak Maman jadi ke sekolahnya cepet.”
“Mandi dulu
sana, ntar kamu telat. Mama mau ke pasar dulu.”
“Iya Ma.”Jawab Reva tetapi tetap tidak mengindahkan saran mamanya.
“Kringggg….
Kringgggg….” Alarm jam berbunyi pertanda sudah pukul enam lebih tiga puluh.
Reva baru tersadar dan tergesa-gesa sampai lupa tidak makan.
Sesampainya di
sekolah Reva segera mengambil tempat duduk dan bersiap untuk ujian. Belum
banyak materi yang ia resapi karena tadi malam tidak belajar. Rasa resah tidak
dapat dihilangakan lagi karena Reva takut jika nilainya jelek.
Ujian
berlangsung dengan tenang walaupun Reva masih tetap resah karena saat waktu
akan habis lembar jawabnya belum penuh terisi. Perutnya yang lupa belum diisi
juga mulai mengeluh lapar dan membuatnya hilang konsentrasi.
Waktu ujian
selesai, lembar jawab Reva belum juga penuh tetapi tetap saja ia harus
mengumpulkannya. Perutnya juga semakin menyiksa, magnya kambuh, terpaksa ia
harus beristirahat di UKS dan tidak dapat mengikuti pelajaran.
Reva tidak dapat
mengikuti pelajaran di kelas, ia hanya tertidur dengan menahan rasa sakit di
UKS, dan menunggu bel tanda pulang sekolah. Hatinya juga resah menantikan hasil
ujian yang dilaksanakan tadi.
Bel yang di
tunggu berbunyi, Reva diantar temannya pulang ke rumah dengan hasil sakit,
resah, kecewa, dan malu. Sebelum pulang, Reva sempat melihat hasil ujian
matematika tadi pagi dengan hasil yang sangat mengecewakan. Ia merasa malu
karena ia sudah sombong kepada teman-temannya bahwa tidak ada yang dapat
menandingi kepandaiannya.
~*~
Nilai moral:
Kita hendaknya tidak menyepelekan sesuatu dan takabur. Karena sifat itu
dapat membuat seseorang celaka.
* Fanniyatul Hayah Suwita: Bantul, Yogyakarta.
Sumber gambar dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar