Raja Merghana adalah
seorang penguasa yang sangat kuat. Wilayah kekuasaannya membentang luas
mencakup gurun, hutan, gunung, ngarai, lembah dan pulau-pulau di seberang
lautan. Raja yang memelihara kumis lebat hingga menjuntai hampir sedagu ini
memerintah secara kejam. Tak seorang pun yang berani menentang kewibawaannya.
Semua tunduk pada perintahnya dan tak
ada yang coba membantah.
Suatu ketika, Raja
Merghana marah-marah karena mencium bau yang tak sedap. “Hai pelayan!”
bentaknya. “Bangkai apa gerangan yang mengotori istanaku ini? Cari! Ayo cepat
cari dan buang!” perintahnya.
Dan sekonyong-konyong,
para pelayan mencari bangkai seperti yang diperintahkan. Namun, hingga setengah
hari dan mereka kelelahan, bangkai berbau busuk seperti yang dikatakan raja tak
pernah mereka temukan. Mereka mencarinya bahkan hingga ke kolong tahta raja.
Tapi tetap nihil hasilnya.
“Ampun Raja,” kata
kepala pelayan. “Kami tak menemukan bangkai busuk itu. Namun, sepertinya sejak
tadi kami semua tak pernah mencium bau busuk itu.”
“Apa?!” potong Raja.
“Kalian bilang tak ada bangkai busuk di sini? Apakah dengan begitu kalian ingin
mengatakan ada yang salah dengan hidungku? Tidak! Tidak! Bangkai tersebut masih
di sini. Ku masih menciumnya. Ayo cari kembali dan temukan! Jika kalian tak
menemukannya, lihat saja apa yang akan aku lakukan terhadap kalian!” Raja mengancam.
Para pelayan saling
pandang. Mereka heran karena masing-masing tak pernah mencium bau busuk seperti
yang dikatakan raja. Tapi apalah daya mereka. Mereka hanyalah pelayan yang
mesti menuruti keinginan dan perintah raja.
Kian hari sang raja kian
marah karena bau busuk tersebut. Jika beberapa hari lalu yang dia curigai
berbau busuk hanyalah sekitar ruang utama, balai pertemuan, kini hampir semua
sudut istana dikatakannya berbau busuk. Dan, raja menyakini pasti ada bangkai
di sana. Walau entah di mana. Tentu saja, hal ini semakin membuat para pelayan
sibuk dan kesal karena sekali lagi, mereka tak pernah mencium bau busuk seperti
yang dikatakan raja.
Sang Raja bahkan meminta
para pelayan untuk mendatangkan bergalon-galon minyak wangi dan parfum. Lalu, memerintahkan
para pelayan itu menyiramkannya di seluruh ruangan istana. Berhasilkah?
Hilangkah bau busuk tersebut menurut raja? Ternyata tidak sama sekali!
“Sial!” umpat raja.
“Sudah aku siramkan bergalon-galon minyak wangi dan parfum. Tapi mengapa bau busuk
tersebut masih saja tak mau pergi? Padahal, sebentar lagi akan ada hajatan
besar di istana ini, memperingati berdirinya kerajaan ini. Apa kata para tamu
terhormat nanti kalau mereka mencium bau busuk di istana ini? Mau aku taruh
mana mukaku?” raja mulai gundah.
Hari “H” hajatan besar
kerajaan pun tiba. Dan seperti tradisi yang ada. Raja akan memotong habis
kumisnya yang tebal dan menjuntai itu. Dalam sekejap, raja merasakan bahwa bau
busuk yang dia cium dan curigai sebagai bangkai yang mengotori istananya
seketika lenyap.
“Hmmm…aku mengerti kini.
Ternyata bau busuk tersebut berasal dari kotoran yang menempel di kumisku ini.
Ha…ha…ha…!” raja tertawa sendiri. Tertawa terbahak-bahak menyadari
ketololannya. “Ah, kalau kutahu sesederhana ini jalan keluarnya. Mestinya aku
tak perlu menghabiskan bergalon-galon minyak wangi dan parfum yang boleh jadi
nanti justru membuat para tamuku pusing tujuh keliling mencium keharuman luar
biasa, keharuman yang sangat menusuk hidung seperti ini.”
Begitulah, raja yang
berkuasa namun tolol tersebut lepas dari masalah pertama tapi menghadapi
masalah kedua: wangi yang terlalu menyengat itu.
***
Pesan Moral
Kita sebagai manusia seringkali
hanya pandai menyalahkan orang lain, mencari kambing hitam. Dan, tak mau
melihat kekurangan diri sendiri. Parahnya lagi, tak mau menerima kritik.
Menganggap diri yang paling benar. Padahal, terhadap semua hal buruk yang
menimpa kita, boleh jadi itu adalah karena kesalahan diri kita sendiri. Oleh
karena itu, sebelum menyalahkan orang lain, marilah kita lihat diri kita
terlebih dulu. Mari berintropeksi!
*) Trianita Haririn : Lamongan, Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar