Di sebuah hutan hiduplah dua ekor semut bersaudara
bernama Sasa dan Sisi. Sasa adalah semut yang rajin, dia selalu bangun pagi
mencari makan dan membawa persediaan makanan sebelum sore menjelang. Lain
halnya dengan Sisi. Sisi selalu bangun kesiangan. Dia hanya pergi mencari makan
dan tidak pernah membawa pulang persediaan makanan.
Seperti biasa, pagi-pagi sekali Sasa sudah bangun. Dia
sarapan kemudian menyiapkan bekal yang akan dibawanya. Tak lupa dia
membangunkan Sisi.
“Sisi cepat bangun, apa kau tidak mau mencari makan?”
Tanya Sasa.
“ Aaaah kau menganggu saja Si, aku masih mengantuk.
Kalau kamu mau pergi, pergi saja!” kata Sisi sembari merapatkan selimutnya.
Sasa kemudian pergi. Tak ada gunanya menanggapi Sisi,
karena setiap pagi Sasa mendapatkan omelan yang sama. Namun walaupun demikian
Sasa tidak pernah bosan membangunkan Sisi karena bangun pagi itu kan
menyehatkan.
Belum sampai ke tempat tujuan tiba-tiba Sasa menggigil.
Rupanya angin dingin menerpanya. Sasa melihat ke langit. Mendung mulai menutupi
cerahnya matahari pagi menjelang siang itu. Kemudian tetes demi tetes air
tercurah dari langit.
Sasa segera waspada, kalau-kalau banjir melanda.
Kemudian dia mencari tempat berteduh yang tinggi. Sasa takut kalau banjir
datang dia akan terhanyut. Tiba-tiba Sasa teringat Sisi yang masih dirumah.
Mudah-mudahan Sisi sudah bangun, kata Sasa dalam hati.
Hujan turun dengan derasnya. Sisi yang belum bangun
dari tidurnya malah makin nyenyak dibuatnya hingga dia tidak sadar air mulai
masuk ke dalam rumahnya.
Tiba-tiba Sisi terbangun karena tempat tidurnya basah.
Namun terlambat dia sudah terbawa arus banjir.
“Tolong….tolong…..” teriak Sisi. Namun percuma di saat
seperti itu tak aka nada yang mendengar teriakannya karena derasnya hujan.
Beberapa jam kemudian hujan reda, namun banjir belum
juga surut. Sasa yang kelaparan akhirnya memakan sebagian bekal yang dibawanya.
Dia sebenarnya masih mengkhawatirkan nasib Sisi, dia takut Sisi hanyut.
Sayup-sayup Sasa mendengar rintihan minta tolong. Dari
atas pohon dia melihat Sisi tengah berjuang melawan arus banjir. Sisi
berpegangan pada ranting pohon. Sasa tak sampai hati melihat saudaranya yang
sedang dalam bahaya. Akhirnya Sasa turun dan mencoba menolong Sisi.
Susah payah Sasa menolong Sisi. Mula-mula Sasa
mengulurkan tangannya, namun tangan mungilnya itu tak sampai untuk meraih
tempat Sisi berpegangan. Kemudian Sasa mencoba menolong Sisi menggunakan
sebatang ranting. Kebetulan di dekat Sasa ada sebatang ranting yang tersangkut
di pohon.
Dengan sekuat tenaga Sasa mengambilnya. Berhasil!!!
Kemudian Sisi mencoba menarik Sasa yang mulai lemas menggunakan ranting
tersebut.
“Si pegangan di ranting ya…!” seru Sasa. Sisi hanya
mengangguk lemah.
Lagi-lagi Sasa harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk
membantu saudaranya. Dan syukurlah Sisi selamat. Namun badannya nampak lemas
sekali dan terdapat luka-luka di tubuhnya.
“Si makanlah dulu supaya tenagamu pulih, nampaknya
banjir belum reda, mungkin besok pagi kita baru bisa kembali menengok rumah
kita” kata Sasa.
Akhirnya mereka berdua makan, untunglah Sasa membawa
bekal makanan yang cukup. Mereka bermalam di pohon itu hingga keesokan paginya
banjir telah reda. Mereka dapat berjalan pulang kembali walaupun mereka tahu
rumah mereka hancur, namun Sasa dan Sisi hendak membangunnya kembali.
Di tengah jalan tiba-tiba Sisi berkata, “ Sa maafkan
aku ya aku berjanji mulai hari ini tak akan malas lagi.”
“Tentu Si, nanti kita cari makan bersama-sama ya” kata
Sasa sambil tersenyum.
~*~
Pesan
Moral:
Membantu saudara dan teman
dengan tulus
Tidak boleh menjadi orang yang pemalas karena lambat laun pemalas
akan celaka
Tidak boleh mudah putus asa
* Puji Wahyu Widayati: Bangkinang Riau
sumber gambar di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar