Kamis, 02 Agustus 2012

Pengangguran

Ditulis oleh Fadhilatun Hayatunnufus, S.Pd.: Pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung.
Dipublikasikan di Lampung Post, 7 April 2010.

Sumber Gambar
“Bagaimana dengan nasib saya yang sampai sekarang masih menjadi seorang pengangguran, rasanya sulit sekali mendapat pekerjaan.”

Itulah kata-kata yang dikeluhkan oleh teman saya ketika kami bertemu pada acara reuni SMA.

Bentuk kata pengangguran sering saya dengar dari teman-teman yang belum mendapatkan pekerjaan dan menyebut dirinya sebagai seorang pengangguran. Karena di dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari, banyak orang mengartikan bentuk kata pengangguran dengan makna orang yang menganggur atau orang yang tidak mempunyai pekerjaan. Kata pengangguran juga sering muncul di media massa.

Mendengar dan melihat bentuk kata pengangguran membuat saya tertarik untuk mencari tahu, apakah benar bentuk kata pengangguran itu memiliki makna orang yang belum mendapatkan pekerjaan?

Untuk mencari tahu makna bentuk kata pengangguran, saya membaca buku Praktis Berbahasa Indonesia. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa kaidah pembentukan kata pengangguran diartikan proses, perbuatan, atau cara menganggur atau hal menganggur.

Perhatikanlah urutan pembentukan kata berikut ini.

Tulis (kata dasar), menulis (verba aktif transitif), penulis (nomina pelaku: orang yang menulis), penulisan (nomina proses), tulisan (nomina hasil).

Jika dibandingkan, bentuk pengangguran berada pada tataran proses bukan pada tataran orang yang. Perhatikan paradigmanya berikut ini.

Anggur (kata dasar), menganggur (verba aktif transitif), penganggur (nomina pelaku: orang yang menganggur), pengangguran (nomina proses).

Jadi, selama ini kita salah mengartikan seorang yang belum mendapatkan pekerjaan dengan menyebutnya sebagai seorang pengangguran.

Ternyata, bentuk kata pengangguran untuk menyatakan keadaan menganggur dan bentuk penganggur untuk menyatakan orang yang menganggur.

Sebenarnya, bukan hanya kata pengangguran yang salah kita gunakan. Masih ada beberapa kata yang sudah sering diucapkan dan dituliskan tetapi kita tidak menyadari bahwa kata yang kita gunakan itu tidak benar. Misalnya, kata ranking dan asongan.

Kata yang pertama, yaitu kata ranking sering digunakan untuk menyatakan peringkat.

Misalnya dalam kalimat: Rani adalah siswa yang menduduki ranking kedua di kelasnya. Dalam bahasa Inggris kata ranking sesungguhnya berarti pemeringkatan.

Pemeringkatan adalah proses menyusun urutan berdasarkan tolok ukur tertentu. Kedudukan dalam urutan itu disebut peringkat atau rank. Dalam kalimat tersebut kita seharusnya tidak menggunakan kata ranking, tetapi peringkat. (Kata rank yang sepadan dengan peringkat tidak kita serap). Kalimat itu perlu diubah menjadi: Rani adalah siswa yang menduduki peringkat kedua di kelasnya.

Kata yang kedua, yaitu kata asongan yang sering kita gunakan untuk menyatakan orang atau pedagang barang yang menjajakan/menyodorkan barang dagangannya agar dibeli (nomina pelaku).

Misalnya, pada kalimat, “Saya membeli rokok dan korek api ini diasongan dekat trotoar seberang jalan itu”.

Padahal, yang sebenarnya di dalam KBBI, kata asongan berarti barang dagangan yang disodorkan atau diperlihatkan kepada orang lain dengan harapan agar dibeli.

Jadi, seharusnya kita tidak menggunakan kata asongan untuk menyatakan orang atau pedagang barang yang menjajakan/menyodorkan barang dagangannya agar dibeli.

Seharusnya kata yang kita gunakan dalam kalimat “Saya membeli rokok dan korek api ini di asongan dekat trotoar seberang jalan itu” adalah kata pengasong karena dalam KBBI kata pengasong (nomina pelaku) artinya adalah orang atau pedagang yang menjajakan barang dagangannya agar dibeli.

Jadi, kalimat tersebut sebaiknya diubah menjadi Saya membeli rokok dan korek api ini pada pengasong dekat trotoar seberang jalan itu.

Sebagai pengguna dan pencinta bahasa Indonesia, marilah kita cermat dalam menggunakan kata agar kesalahan ini tidak terulang lagi.

Sumber Gambar



Tidak ada komentar:

Posting Komentar