Manfaat
Menulis
Bagi sebagian orang, menulis itu
sulit. Tetapi, bagi sebagian lainnya, menulis itu mudah, bahkan sangat mengasyikkan.
Setuju atau tidak, begitulah kenyataannya!
Menulis tidak lain adalah proses
mengabadikan apa pun yang di sekitar kita dan apa saja yang terendap di pikiran
kita. Dengan menulis kita bisa menumpahkan dan mengomunikasikan ‘sesuatu’ kepada
orang lain. Plong…! Lega..! Itulah salah satu kepuasan seseorang setelah
menulis. Pada tahap ini, menulis bisa menjadi semacam terapi bagi sang penulis.
Bagaimana dengan faktor pendapatan?
Nah, itu, apa lagi! Siapa pun pasti tahu, tidak sedikit orang di muka bumi ini yang
hidup dari menulis. Tentu ada syarat yang harus kita lalui untuk menuju anak
tangga ini, yaitu tekad, semangat, sabar, dan ulet.
Terlepas dari semua itu, kita
perlu mengingat betul-betul bahwa menulis bukan hanya urusan ‘plong’ dan ‘uang’. Lebih dari itu, menulis
juga bisa menjadi cara untuk mengubah dunia. Baik atau buruk suatu bangsa
sangat dipengaruhi juga oleh tulisan-tulisan kita.
Dengan menulis maka nama kita pun
akan tercatat dalam sejarah. Dunia tidak akan melupakan kita begitu saja. Tepat
sekali apa yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis maka ia akan hilang dalam masyarakat dan dari
sejarah.”
Nah, dalam hal inilah KomTE mengajak
siapa pun yang tertarik pada dunia tulis-menulis untuk mengembangkan potensinya.
Selama Anda bisa merangkai huruf menjadi kata, menyusun kata menjadi kalimat,
kemudian menata kalimat dalam tangga paragraf serta mengetahui tanda baca,
berarti Anda telah memiliki potensi itu.
Sejarah
KomTE
Sebagai sebuah komunitas literasi,
KomTE tidak mucul begitu saja. Kemunculannya dimulai keinginan sekumpulan orang
yang bermimpi bisa menulis. Tidak lebih! Mereka adalah Irham Sya’roni, Ulfah
Nurhidayah, Yusriandi Pagarah, Bilif Abduh, Muhaimin al-Qudsy, Enung Hasanah, Moh.
Fahmi, Sumadi, dan Indarto Trisnosusilo.
Saat itu, tahun 2006, kami
berkumpul dan menamakan diri For Kalem
(Forum Kajian Lereng Merapi). Mengapa harus ‘Lereng Merapi’? Karena pusat
pertemuan kami kala itu adalah di wilayah Pakem, Sleman. Sebagian besar
anggotanya saat itu adalah para guru dan beberapa mahasiswa. Hampir setiap
hari, kami menulis dan mengirimkan apa pun yang bisa kami tulis di berbagai
media massa cetak baik lokal maupun nasional. Dimuat? Ternyata tidak! Tetapi kami
tidak kapok. Kami terus menulis dan menulis. Akhirnya, satu per satu tulisan
kawan-kawan KomTE nampang juga di
media massa. Senang? Tentu saja! Ada kesenangan yang sulit kami ucapkan dengan
kata-kata. Rasanya tidak percaya bahwa kami bisa. Sejak saat itu, kami yang
mulanya hanya menganggap kata-kata “if
you think you can, you can” sebagai kata-kata klise, akhirnya dengan
manggut-manggut kami membenarkannya. Intinya harus yakin dan percaya diri.
Di tengah perjalanan, kami sadar
bahwa tidak mungkin selamanya kami hanya menjadi pengisi rubrik atau kolom di
media massa yang ruangnya terbatas dan diperebutkan banyak orang. Kami perlu
ruang yang lebih luas dan ‘komersil’. He… he..! Kami pun mulai mengembangkan mimpi.
Kami tidak ingin hanya menjadi pengisi rubrik atau kolom media massa, tetapi
bertekad pula menjadi penulis buku. Alhamdulillah, Tuhan memberi kemudahan
kepada kami untuk mewujudkan mimpi.
Sejak saat itulah kami semakin
percaya diri dan yakin bahwa kami bisa. Nama For Kalem tidak terdengar lagi. Pada
tahun 2009 kami mengubahnya menjadi KomTE
(Komunitas Tinta Emas). Dengan wadah yang baru ini, kami tidak lagi bermimipi
sekadar menjadi penulis, tetapi lebih dari itu bisa membantu banyak orang untuk
menjadi penulis, apa pun genre tulisannya.
Sampai sekarang KomTE memiliki
anggota lebih dari 40 orang, dengan beragam genre tulisan. Di antara buku anak
yang sudah kami publikasikan adalah: Wisdoms
for Children, Al-Qur’an Kitabku, Pintar Tajwid for Kidz, Nina Bobo, Tuntunan
Ibadah Lengkap, Belajar Rukun Iman, Tuntunan Shalat Sunnah Lengkap, Aneka
Keterampilan dari Barang Bekas, Mengenal Budaya Nusantara, Around the World, dan
lain-lain.
Sekali lagi, tidak ada hal lain
yang perlu dilakukan untuk bisa menjadi penulis, kecuali dengan menulis. Ya,
dengan menulis! Kata Arswendo, siapa pun bisa menulis asal dia bisa membaca dan
tahu tanda-tanda. Yang terpenting lagi adalah tekad. Boleh jadi kita merasa
berbakat dan bisa, tetapi itu kan hanya
‘rasa’. Rasa itu tidak akan pernah berujud menjadi karya jika kita tidak pernah
menindaklanjuti dengan usaha dan ketekunan yang nyata.
Oleh karena itu, menulislah mulai
sekarang! Menulislah apa saja! Tidak sedikit penulis ternama yang memulai
karier mereka dari sekadar menulis diary
(buku harian).
Karya tulis adalah bentuk paling kongkrit dari
pikiran-pikiran kita. Secemerlang dan sebrilian apa pun pikiran seseorang, jika
tidak ditorehkan dalam tulisan, pastilah akan terlupakan. Generasi berikutnya tidak
lagi mengenalnya. Tidak ada warisan berupa karya untuk dibaca dan dikenang oleh
generasi setelahnya. Mari kita menulis!
Oleh: Bilif Abduh
*disampaikan saat Studium General Bimbingan Belajar Menulis (BBM) Buku Anak