Hari ketiga Lebaran istimewa untukku. Mbak Sutinah sedang mudik ke kampung halamannya sehingga ibu dan akulah yang memasak menu lebaran. Sungguh hal yang mengasyikkan memasak bersama ibu. Sekaligus aku dapat berlatih memasak dan menghafalkan bumbu-bumbu masakan. Dan hal yang membahagiakan untukku dapat berkumpul dengan saudara-saudaraku. Mereka menginap dan berkumpul di rumahku, dan tentunya menyantap menu lebaran yang telah terhidang di meja makan secara bersama-sama. Menu lebaran istimewa tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya yakni ada ketupat dan opor ayam. Siangnya setelah selesai makan, aku mencuci piring-piring yang kotor di dapur.
Tiba-tiba ada yang mengucapkan salam lirih di pintu depan. “Assalamu’alaikum..” .
“Wa’alaikum salam,” jawabku. Akupun langsung bergegas membukakan pintu dan ternyata ada Mbak Sugiyati. Ada perasaan terharu dan membahagiakan bertemu dengan Mbak Sugiyati. Mbak Sugi adalah pembantuku 3 tahun yang lalu, orangnya rajin dan baik sekali. Aku mempersilahkan duduk dan menyuguhkan minuma serta camilan lebaran.
“Eh, Mbak Yuni,maaf lahir batin ya Mbak? Ucap Mbak Sugi.
“Iya, sama-sama Mbak.
“Aku baru aja datang dari Jakarta Mbak. Langsung aku sempatkan ke rumahnya Mbak Yuni, karena aku kangen ingin ketemu Mbak Yuni dan ibu. Besok aku udah langsung pulang ke Jakarta, balik kerja lagi.” Cerita Mbak Sugi dengan nada logat orang Jakarta.
Ya Allah , rasanya aku ingin menangis karena bahagia. Walaupun setelah sekian lama Mbak Sugi pindah bekerja di Jakarta, ia masih ingat aku dan ibu. Dan menyempatkan berkunjung ke rumahku untuk silaturrahmi. Aku langsung memanggil ibu, dan Ibupun ketika melihat Mbak Sugi langsung memeluknya. Tanpa disadari bahwa hubungan yang terjalin bukanlah antara majikan dan pembantu, melainkan hubungan kekerabatan yang begitu dekat seperti keluarga. Dari kecil, sosok pembantu sudah aku jadikan anggota keluarga dan sekaligus teman.
“Kabarnya baik kan Mbak? tanya Ibu kepada Mbak Sugi.
“Alhamdulillah baik-baik, Bu. Dan Alhamdulillah hari ini dapat bertemu dengan Ibu,” jawab Mbak Sugi.
Terpancar raut kebahagiaan di wajah Ibuku yang bertemu dengan Mbak Sugi. Dan seketika itu, Ibu memberikan uang kepada Mbak Sugi untuk diberikan kepada anaknya. Mbak Sugi mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan berpamitan pulang.
Kemudian Sore harinya, aku bersama dengan keluargaku berkunjung ke rumah tetangga-tetangga sekitar dan kerabat dekat. Tidak hanya sekedar silaturrahmi melainkan juga mengucapkan permintaan maaf jika selama hidup bertetangga dan persaudaraan ada kesalahan yang diperbuat. Ketika di rumah kerabat disuguhkan sederetan kue-kue dan camilan lebaran, ada makanan istimewa yang sering diserbu oleh aku dan saudara-saudaraku. Yaitu, KUE NASTAR.
Kemudian Ibu berkata ,” Wah, kemarin Yuni habis satu kaleng nastar selama dua hari lhoo...busyet, Ibu belum icip malah udah habis”
Akupun langsung tertawa dan saudaraku yang lain hanya bilang “huuuuuuuuuuu” sebagai tanda mengejek. Kemudian salah satu saudaraku mengajak berfoto ria sebagai kenang-kenangan. Aku dan yang lain pun bergaya lucu.
Pagi harinya, saudara-saudaraku berpamitan untuk pulang. Ada rasa sedih ketika mereka berpamitan pulang, tidak ada canda dan tawa lagi yang nantinya menghias rumahku. Akupun kembali hanya berdua dengan Ibu di rumah. Aku dan Ibu mendoakan semoga mereka selalu dalam keadaan baik dan dalam perlindungan Allah. Amiin.
Sungguh hari lebaran yang istimewa, aku dapat bertemu dengan orang-orang istimewa. Selain itu merasakan hal-hal yang istimewa dan tak terlupakan dalam hidup ini. Moment Lebaran memang tepat untuk bersilaturrahmi dan saling memaafkan kepada siapa saja, dan sungguh tepat untuk berkumpul dan bercanda ria dengan keluarga. Jadi isilah moment lebaran dengan sesuatu yang istimewa kawan-kawan semua.
Kontributor: Yuni Setyowati
Hebat...hebat....menarik
BalasHapusWah..., habis satu kaleng nastar? Jangan-jangan balas dendam setelah sebulan berpuasa tuh. hehe
BalasHapus