Sabtu, 30 Juni 2012

·        Jika Anda hanya mau bahagia ketika semua masalah Anda selesai, maka Anda tidak akan pernah bahagia.

·        Terkadang kita menemui sikap seseorang yg tidak bisa dimengerti, di situ lah kita bisa belajar untuk memahami orang lain.

·        Standar terbaik untuk mengukur keberhasilan Anda dalam kehidupan adalah dengan menghitung jumlah orang yang telah Anda buat bahagia.

·        Pasangan yang luar biasa akan (1) mencari persamaan dan (2) menghormati perbedaan di antara keduanya.

·        Pelajaran terbesar dalam hidup ini adalah mengetahui bahwa orang bodoh pun kadang kala dapat melakukan yang benar.

·         Segeralah berbuat kebaikan, tapi jangan tergesa-gesa melihat hasilnya. Lakukanlah dengan konsisten.

·         Jangan putus asa! Selama kamu masih hidup, itu artinya Tuhan masih memberikanmu waktu dan kesempatan. 

·         Satu hal yang dapat kita ubah adalah satu hal yang dapat kita kontrol, dan itu adalah sikap kita.

·         Keburukan bukan untuk diperbaiki tapi dihilangkan, sedangkan kekurangan bukan untuk dihilangkan tapi untuk diperbaiki.

·         Resep sukses adalah belajar saat orang lain tidur, bekerja saat orang lain malas-malasan, dan bersiap saat orang lain bermain.

·        Janganlah mendambakan kecantikan fisik, karena itu akan pudar oleh waktu.  Kecantikan perilaku tidak akan pudar, walaupun oleh kematian.

·         Ini hidup, bukan surga. Anda tidak harus jadi sempurna.

·         Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai.

·         Ambisi mendorong banyak orang menjadi salah; membuat pemikiran yang satunya terkunci di dada, pemikiran lainnya siap di lidah.

·         Jangan mengukur diri Anda dengan apa yg telah Anda capai, tapi dengan apa yang seharusnya Anda capai dengan kemampuan Anda.

·        Hal-hal sulit mendatangkan pengalaman, dan pengalaman mendatangkan kebijaksanaan.

·         Kau tidak bisa memimpikan dirimu menjadi seseorang, kau harus menempa serta membentuk dirimu seperti apa yang kau idamkan.

·         Dalam masalah hati nurani, pikiran pertamalah yang terbaik. Sementara dalam masalah kebijaksanaan, pemikiran terakhirlah yang paling baik.

·         Ada dua perkara yang tidak lepas dari dusta, yaitu: (1) Terlalu banyak berjanji, 2) Terlalu keras mencari alasan.

·         Kita tidak dapat membangun masa depan bagi generasi muda kita, tetapi kita dapat membangun generasi muda kita untuk masa depan.

·         Hal yang kamu tangisi saat ini mungkin adalah hal yang akan kamu syukuri suatu saat nanti.

Sumber Gambar

3

Kamis, 21 Juni 2012

sumber gambar

Bu, jika boleh aku bertanya kepada Allah
Mengapa Ia menjemput Ibu secepat itu
Bahkan saat itu aku belum bisa memaknai arti hadirmu dalamkehidupanku
Kala itu aku masih belajar untuk melihat segala pengorbananyang kau berikan
Aku masih tertatih untuk mengeja bahasa cinta yang selalukau ungkapkan
Bahkan saat ini aku merasa kesulitan untuk merangkaisemuakenangan itu,
Tentangmu...
Ah, Ibu,
Maafkan aku….

Bu,
Aku rindu…
Sangat rindu
Bu, apa Ibu marah?
Sekarang aku bahkan telah lupa bagaimana rasa masakan yangsetiap hari Ibu buatkan untukku selama itu
Aku pun lupa, apa masakan terakhir yang Ibu buat untukku
Aku lupa obrolan apa yang kita bicarakan terakhir kali
Aku lupa acara televisi apa yang kita lihat bersama untukterakhir kali
Aku lupa kapan terakhir kali kita pergi berbelanja bersama
Aku lupa kapan terakhir kali Ibu memelukku
Ah, Ibu…
Jangan marah, ya
Sungguh, aku rindu

Bu,
Aku selalu sedih jika mendengar
“Surga ada di telapak kaki Ibu..”
Karena jika Ibu sudah pergi,
Tak ada surga di sini
Lalu dimanakah aku bisa mendapatkan surgaku?
Ah, Ibu
Entahlah…

Hati ini sangat iri ketika melihat yang lain
Mereka yang masih bisa berbakti dan membuat ibunya bahagia
Sungguh, bukankah perlahan mereka akan membuka pintu surgamereka dengan itu?

Bu,
Meskipun sekarang Ibu sudah tak ada
Biarlah aku tetap berusaha untuk berbakti padamu
Namamu yang selalu ada di setiap doa-doa
Dan aku akan terus mencari jejak-jejak surga yang kautinggalkan untukku

Duhai Allah,
sumber gambar
Jika boleh aku meminta satu hal kecil kepadaMu
Di Hari Ibu nanti,
Aku mohon berikanlah rangkaian bunga terindah kepada Ibu
Berikanlah selalu kebahagiaan yang tanpa batas kepada Ibu disana
Sampaikanlah kepada Ibu, bahwa aku sangat merindukannya
Katakan padanya bahwa Ibu adalah salah satu cinta terindahyang pernah ada dalam kehidupanku
Bu,
Aku rindu.

Untuk mengenang IbundaTercinta
(12 10 1960 – 30 12 2004)


Kontributor: Nisa Yustisia


2

Selasa, 19 Juni 2012

Testpack kedua itu benar-benar membawa berita paling membahagiakan. Dengan gaya sok misterius, saya coba membuat suami saya penasaran. ‘Apa sih, Mi?’ Tanya nya dengan wajah ingin tahu. Benar saja, dua garis merah itu mengembangkan senyumnya yang hangat dan sangat saya cintai. Meski baru sebulan menikah di usia saya yang ke-25 dan suami 29 tahun, kami sangat bahagia bahwa anugerah itu diberikan Allah dengan begitu cepat.

            Minggu-minggu awal kehamilan rasanya seperti masa transisi antara realita dan fana. Koq bisa ya saya merasakan hal seperti itu? ah, mungkin seperti inilah yang dinamakan kehamilan pertama. Perut saya masih selangsing dulu, tetapi mual dan muntah yang menandakan bahwa ada janin didalamnya menyadarkan saya bahwa saya ini sedang dititipi ‘Sebuah Titipan Yang Sangat Berharga dari Allah SWT’.

            Sampai suatu saat kami pergi ke dokter kandungan. Kami takjub melihat janin kami yang bergerak-gerak seperti yang terlihat di layar Ultrasonografi itu. Subhanallah, ini nyata… bulatan seperti biji kacang itu akan menjadi bayi, anak kami yang pertama.

            Belum habis rasa takjub kami, dokter mengatakan bahwa janin yang saya kandung sehat-sehat saja. Detak jantungnya normal dan insyaallah akan terus tumbuh seiring usia kehamilan. Alhamdulillah, ternyata semua baik-baik saja. Kondisi kesehatan saya juga tidak begitu mengkhawatirkan. Berat badan awal saya yang cuma 39kg dengan tinggi badan 155cm ternyata juga tidak perlu dirisaukan. Dalam hati, saya berjanji pada diri sendiri, saya akan menjaga buah hati kami dengan sungguh-sungguh, saya akan memenuhi nutrisinya, saya akan mengandungnya dengan segenap cinta. Dan, itulah janji saya ketika melihat dia pertama kali, berdetak riang di layar Ultrasonografi.

            Minggu-minggu berikutnya, morning sickness, pegal-pegal dan keluhan ringan di kehamilan trimester pertama memang cukup mengganggu aktifitas saya yang cukup sibuk bekerja di sebuah perusahaan swasta di Yogyakarta. Namun, semua itu seperti tidak ada artinya ketika mengingat bahwa semuanya pertanda tumbuhnya si janin. Selain itu, dukungan yang saya terima dari suami, keluarga dan teman-teman cukup membakar semangat saya untuk terus menjaga si jabang bayi dalam rahim saya dan tetap beraktifitas seperti biasa, di kantor maupun di rumah. Suami saya selalu mengingatkan supaya saya tidak perlu memaksakan diri bekerja, takut nanti kecapekan, katanya. Tapi saya meyakinkan dia bahwa saya baik-baik saja.

            Hingga awal tahun 2011, tepatnya tanggal 2 Januari 2011, pagi itu saya mimisan. Entah kenapa mendadak darah segar keluar dari hidung kiri saya. Untung eyang putri saya langsung memberikan daun sirih yang cukup ampuh mengatasi mimisan. Awalnya saya tidak terlalu khawatir dengan mimisan, karena dari yang saya baca di internet, hal seperti itu biasa terjadi pada ibu hamil di trimester kedua. Namun, mimisan yang saya alami semakin tidak wajar ketika darah mulai keluar tiap 8-10 jam sekali.

            Empat januari 2011, mimisan saya mulai tidak terkendali. Pagi itu, jam 7 pagi darah keluar tak henti-hentinya dan masih saja keluar lewat lubang hidung sebelah kiri. Suami saya sudah berangkat bekerja, dan tinggal mertua saya yang berada di rumah. Tak lama saya di bawa ke UGD, RSUD Panembahan Senopati. Di sana, darah masih saja mengalir deras. Mau di sumbat dengan apapun, darah seperti tak terbendung. Darah yang tertelan pun keluar lewat mulut. Saya berkali-kali muntah darah.

            Sekitar satu jam saya bergelut dengan mimisan yang tak wajar itu, akhirnya darah berhenti juga. Lubang hidung kiri saya ditampon. Saya dibawa ke bangsal dan bedrest di sana. Suami, ibu, mertua dan sepupu saya di sana. Wajah-wajah khawatir dan panik itu mengelilingi saya. Saya ingin sekali bilang bahwa saya baik-baik saja, tidak pusing atau mual atau apapun seperti yang mereka khawatirkan, tapi ternyata keadaan saya mendadak tidak seperti yang saya kira. Rasa dingin tiba-tiba menjalar dari kaki naik ke atas. Pelan dan pasti rasa dingin yang sangat itu seperti hendak menghentikan jantung dan paru-paru saya. Sesak sekali dada saya hingga saya tidak kuasa untuk berteriak minta tolong. Tubuh saya mulai lemas, bayangan mata saya mulai kabur, sekeliling saya mulai gelap. Ya Allah, rintih saya, kuatkan diri ini ya Allah, kuatkan janin ini, kuatkan kami, jangan ambil nyawa kami, dan beri saya kesempatan untuk mendampingi suami saya hingga kakek-nenek. Jeritku dalam ketidaksadaran.

            Dalam hitungan detik itu ternyata mertua saya menyadari perubahan tubuh saya. Suami saya segera memanggil perawat dan mereka memanggil-manggil nama saya untuk menyadarkan saya. Dan, Alhamdulillah… Janin ini benar-benar menjadi alasan saya untuk tetap melanjutkan hidup dan Allah mengizinkan saya untuk menjaga titipannya.

            Dokter mengatakan bahwa mimisan yang saya alami memang sangat dipengaruhi hormon kehamilan. Jika diobati dengan dosis tinggi sama saja akan membahayakan janin. Jalan satu-satunya hanya menunggu sampai hormon itu cukup stabil. Benar saja, setelah lima hari akhirnya mimisan itu berhenti sendiri. Meski saya harus membayarnya dengan transfusi darah sebanyak 5 kantong darah.

            Tak lama setelah itu, saya kembali harus opname ke rumah sakit. Mimisan kembali menyerang pertahanan saya. Dan 2 kantong darah harus menggantikan darah segar yang keluar dari hidung saya. Saya pasrah, kembali hanya janin dan suami serta keluarga yang menjadi obat satu-satunya bagi saya.

Dibalik semua peristiwa itu, saya sadar. Saya ini hanya wanita biasa yang menjadi sangat luar biasa setelah Allah ‘memberi saya kepercayaan’ untuk menjaga titipanNya. Bukankah dengan begitu saya menjadi  istimewa? Berbagai keluhan dan ketidakberdayaan yang saya alami ternyata bukan apa-apa, jika dibandingkan dengan setiap titik keajaiban yang saya alami selama sembilan bulan ini.

31 maret 2011 menjadi tanggal yang kami tunggu-tunggu. Dia, yang telah menjadi salah satu alasanku bertahan hidup, bayi kami akan lahir ke dunia. Saya akan menunggu hingga saat itu tiba.

Karang Anom, 16 Maret 2011
Yayun Ningsih

Dan, pada tanggal 24 Maret 2011, lahirlah bayi cantik itu. Kami memberinya nama “NAKEISHA TANAYUGA” yang berarti  bidadari kehidupan kami (Yayun Ningsih dan Gatot Katon Purwoko). Karena dialah semangat hidup kami. Dia lahir sangat cantik dan penuh cinta, cinta kami. Alhamdulillah… 

Kontributor: Yayun Ningsih



0


Sebagai wujud keterbukaan dan kebersaudaraan kami, kami membuka pintu selebar-lebarnya untuk Sobat yang ingin mengirimkan coretan, ilustrasi, tulisan, atau apa saja untuk dipublikasikan di website ini

J
angan pernah padamkan semangat dan kegemaran Sobat dalam menulis. Buruan tulis lalu publikasikan di website kami ini agar bisa dibaca oleh siapa pun di seantero jagat raya.


I. Kontri
Kontri adalah sebutan untuk Kontributor tulisan di beberapa kolom yang tersedia di website kami. Kolom apa saja yang bisa memuat tulisan Sobat Kontri.
1. Humor : cerita gokil dan superlucu, entah nyata maupun rekayasa.
2. Fakta Ajaib : segala hal yang nyata dan ajaib.
3. Fiksi : cerpen, cernak, fabel, dongeng, legenda, dan lain-lain.
4. Puisi : puisi remaja, religius, sosial, dan lain-lain.
5. Resensi : resensi atau review Sobat terhadap buku-buku karya Komunitas Tinta Emas.
6. Pendidikan : opini atau artikel tentang dunia pendidikan.
7. Motivasi : kata-kata motivasi, kisah-kisah motivasi, dan sejenisnya.
8. Parenting : opini atau artikel tentang parenting.
9. Kolom Bahasa : ulasan, tutorial, atau kritik bahasa.
10. Agama Islam : opini, artikel, atau kalimat-kalimat hikmah agama Islam.
11. Pernah-pernik : segala hal (apa saja) yang tidak termasuk dalam 10 kategori di atas.

Kirimkan tulisan Sobat ke kontributorkomte@yahoo.com, dan jadilah Kontri hebat kami!
*Setiap bulan kami sediakan bingkisan persahabatan untuk Sobat Kontri yang gemar mengisi kolom-kolom di website ini.


II. Penulis
Penulis adalah sebutan untuk mereka yang telah berhasil menerbitkan buku melalui bimbingan, arahan, dan pengendalian kualitas naskah oleh Tim Redaksi Komunitas Tinta Emas (KomTE).

Untuk menjadi penulis KomTE, kirimkan lamaran Sobat ke tim_komte@yahoo.co.id
Email lamaran memuat:
- CV atau data diri
- Portofolio / contoh karya (jika ada)
- contoh naskah yang diajukan.


NB:
Buat kamu yang pengen gabung di social media kami, klik “Tambahkan Pertemanan” dengan kami:

Komunitas Tinta Emas : (sudah penuh) 
Komunitas Tinta Emas II : (masih terbuka)

2

Beberapa waktu lalu (Hmm… sebetulnya udah lama juga sih) saya bertemu dengan seorang psikolog sekaligus terapis dengan spesialisasi hypnotherapi. Entah mengapa saya sedikit deg-degan bertemu dengan beliau. Beliau adalah sosok yang sangat mengagumkan, cerdas, dan hebat.

Dalam beberapa waktu percakapan itu, kami tuntaskan untuk mengobrol tentang banyak hal. Dari obrolan itu terkuaklah kesamaan antara kami bahwa kami sama-sama fobia ketinggian. Terlihat pula perbedaan bahwa beliau seorang catlover sementara saya catheter. Hehehe… ^_^

Dalam obrolan itu, ada hal lain yang sempat saya tangkap dari beliau, yaitu ‘multitasker’. Awalnya, saya tidak pernah mendengar kata itu sama sekali, tetapi karena didorong rasa penasaran akhirnya iseng-iseng saya googling juga. Klik… klik… klik… akhirnya nemu juga pencarian yang saya maksud. Sedikit kaget juga..., ini adalah beberapa fakta tentang multitasker yang saya dapatkan. Tetapi, karena capability saya buat nranslate bahasa Inggris ke bahasa Indonesia nggak se-master pakde google translate (hahaha…), jadi ya sebatas inilah beberapa hal yang berhasil saya tangkap:
  1. Multitasker itu dari kata multi tasking, yaitu istilah untuk komputer yang bisa bekerja banyak hal dalam satu waktu.
  2. Multitasker adalah sebutan untuk orang yang bisa melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu, misalnya mengobrol sambil sms-an, mengetik sambil mendengerkan orang bicara, naik mobil sambil sms-an, dan sebagainya.
  3. Multitasking bisa bikin kerja tidak maksimal. Jadi, kemungkinan melakukan kesalahan adalah besar karena otak terpaksa harus dibagi-bagi untuk banyak dalam satu waktu. Nggak bisa fokus...!
  4. Multitasking bisa bikin hubungan dengan orang lain nggak baik. Coba deh kalau mengobrol sambil sms-an, pasti orang yang diajak mengobrol serasa nggak dianggap. Dikira nggak respek!
  5. Multitasking bisa dilatih. Itu bukan bawaan. Jadi, dengan pembiasaan dari kecil bisa menjadikan seseorang multitasker.
Itu adalah beberapa hal yang saya peroleh. Tapi, dari perkataan psikolog yang saya sebutkan di awal tulisan ini, dia mengartikan bahwa multitasking itu adalah mengerjakan beberapa tugas dalam waktu yang bersamaan. Misalnya gini, saya sedang dikejar deadline naskah sebanyak 100 halaman, ada tugas bikin laporan di kampus, ada agenda besar untuk bedah buku, belum lagi cucian menumpuk, ada masalah dengan seorang teman, dan pacar saya sedang depresi gara-gara skripsinya nggak selesai-selesai, dan semua itu harus saya selesaikan dalam waktu 1 minggu. Nah, nggak semua orang bisa menyelesaikan semua hal itu dalam waktu bersamaan. Beberapa orang mungkin akan mengorbankan beberapa hal dan tidak menyelesaikannya, misalnya langsung nyerah dengan deadline,cuciannya dimasukin di laundry, dan sebagainya, atau bahkan bisa depresi gara-gara otaknya bingung mau ngerjain yang mana dulu. Nah, bagi mereka yang bisa mengerjakan semua itu dalam tenggat waktu yang telah ditentukan, mereka itu bisa disebut sebagai multitasker. Iincluding me.. ^_^

Setelah aksi googling itulah saya baru sadar bahwa ‘mungkin’ saya adalah seorang multitasker, yang bisa ngerjain beberapa pekerjaan dalam waktu yang sama. Saya pernah mendapat job yang harus kelar dalam 3 hari, tugas kampus yang seabrek, kegiatan yang fullday, dan lain-lain, tapi toh bisa selesai juga, walaupun habis itu badan drop dan bikin stres. ^_^

Ya, kemarin saya sempat baca juga di twitter Geronimo, kalau multitasking itu bisa mengurangi kemampuan otak dan bikin stres. Well, apa pun risikonya, kalau nurut pendapat saya sih itu tergantung personalnya. Multitasking itu nurut saya tergantung personal untuk bisa membagi pekerjaan dan waktu. Nurut saya juga, semua orang bisa jadi seorang multitasking karena memang bisa dilatih dan (trust me) ini bisa jadi keahlian yang penting dalam dunia kerja. ^_^

Well, sharing sangat diperlukan... ^_^


Kontributor: F. Arifah


 
2

Senin, 18 Juni 2012

Kover Buku (Sampul Buku)
  • Kover depan: Kover sangat memengaruhi daya tarik sebuah buku, sebab persepsi awal terhadap buku ada di sini. Setiap datang ke toko atau sebuah pameran buku, yang terlebih pertama kali oleh pandangan kita adalah pajangan buku berbentuk kover buku yang menarik. Kover depan biasanya berisi judul, nama penulis, nama pemberi pengantar atau sambutan, serta logo dan nama penerbit.
  • Kover belakang: Biasanya berisi judul buku, sinopsis, biografi penulis, ISBN (International Standard Book Number) berserta barcode-nya, dan alamat penerbit sekaligus logonya.
  • Punggung buku: Buku yang memiliki ketebalan tertentu biasanya memiliki punggung buku (khusus untuk buku tebal). Punggung buku berisi nama pengarang, nama penerbit, dan logo penerbit.
  • Endorsement: Semacam dukungan atau pujian terhadap buku dari pembaca atau ahli atau orang terkenal untuk menambah daya pikat buku yang ditulis di kover buku atau kover belakang.
  • Lidah kover (jarang ada, buku tertentu saja): Biasanya berisi foto beserta riwayat hidup pengarang dan atau ringkasan buku yang dihadirkan untuk kepentingan estetika dan keeksklusifan buku.
Perwajahan Buku
  • Ukuran buku: Masalah ukuran buku sangat berhubungan dengan materi (isi). Sebuah novel biasanya memiliki ukuran yang berbeda dengan buku pelajaran. Buku pelajaran biasanya lebih panjang dan lebih lebar.
  • Bidang cetak: Dalam setiap halaman isi buku, kita melihat bagian yang kosong di setiap pinggir-pinggirnya, atau biasa disebut margin. Selain untuk keindahan, bagian tersebut berfungsi mengamankan materi dari kesalahan cetak (misalnya terpotong). Sedangkan bagian yang berisi tulisan (materi) biasa dinamakan bidang cetak.
  • Pemilihan huruf: Jenis huruf (font), ukuran huruf (size), dan jarak antar­baris (lead) sangat penting dalam pembuatan buku. Ketiga hal tersebut selain untuk kepentingan estetika, akan menentukan enak tidaknya buku dibaca.
  • Teknik penomoran halaman: Masalah halaman berkaitan dengan kemudahan pembaca dalam menandai materi (isi).
  • Pemilihan warna: Beberapa buku terkadang membutuhkan pewarnaan pada bagian gambar-gamber tertentu yang memang dibutuhkan, untuk penegasan atau sekadar keindahan.
  • Keindahan dan kesesuaian ilustrasi: Beberapa buku, terutama yang dipruntukkan anak-anak banyak membutuhkan ilustrasi yang berfungsi menggambarkan materi, sehingga membantu imajinasi pembaca memahami pesan di dalam buku.
  • Kualitas kertas dan penjilidan: Tidak semua buku dicetak dengan menggunakan kertas yang sama. Untuk buku anak-anak yang mengandung banyak ilustrasi dan berwarna, biasanya membutuhkan kertas yang lebih tebal. Hal ini mempengaruhi penjilidan di akhir proses penerbitan buku.

Halaman Preliminaries (halaman pendahulu)
  • Halaman judul: Halaman ini beradai di halaman awal, setelah kita membuka Kover Buku, antara lain berisi judul, subjudul, nama penulis, nama  penerjemah, nama penerbit, dan logo. Akan tetapi, sebagian buku terbitan memiliki halaman prancis, yang terletak sebelum halaman judul, dan hanya berisi judul buku.
  • Hak cipta (copyright): Halaman hak cipta berisi judul, identitas penerbit, penulis, termasuk tim yang terlibat selama proses publikasi, misalnya editor, penata letak, desainer sampul, ilustrator, dan lain-lain. Halaman hak cipta ini biasanya juga disertai pernyataan larangan atau izin untuk memperbanyak (menggandakan) buku tersebut. Akan tetapi, kami pernah menemukan buku yang seakan-akan menolak hak cipta dengan menyebutkan bahwa buku tersebut boleh difotokopi. Secara umum memang aneh, tapi begitulah adanya perbedaan pendapat.
  • Halaman tambahan: Halaman ini biasanya berisi motto dan atau ucapan terima kasih dari penulis.
  • Sambutan: Halaman ini berisi semacam sambutan yang disampaikan oleh lembaga atau pese¬orang-an yang berkompeten. Ada pula yang menyebutnya sebagai Sekapur Sirih dan lain sebagainya.
  • Kata pengantar: Kata pengantar berisi sedikit ulasan atas buku atau ulasan atas penulis, yang ditulis penerbit atau siapa pun yang berkompeten dan berkaitan dengan isi buku.
  • Prakata: Prakata ditulis sendiri oleh penulis sebagai pemandu sebelum pembaca memasuki materi atau isi buku. Prakata biasanya berisi uraian tentang tujuan serta metode penulisan.
  • Daftar isi: Memudahkan pembaca mencari halaman isi yang berkaitan dengan tema tertentu dari materi buku.
  • Selain itu ada juga beberapa hal yang termasuk dalam Halaman Preliminaries, tetapi tergantung kebutuhan atau sesuai dengan materi (isi) buku (tidak selalu ada), yaitu: Daftar tabel, Daftar singaktan dan akronim, Halaman daftar lambang, Halaman daftar ilustrasi, Halaman pendahuluan.
Halaman Isi Buku
  • Judul bab: Biasanya, jenis beserta ukuran font (font size, lebih besar) judul bab dibuat berbeda dengan judul subbab apalagi dengan isinya).
  • Penomoran bab: Penomoran ini berbeda-beda pada beberapa buku. Pada buku yang berisi ilmu pengetahuan teoritis biasanya penomoran bab menggunakan angka Romawi atau angka Arab. Akan tetapi, pada buku-buku sastra atau buku-buku ilmu pengetahuan populer, biasanya lebih banyak menggunakan simbol-simbol atau berupa tulisan, satu, dua, tiga, dan seterusnya.
  • Alinea: Setiap paragraf baru akan ditandai dengan adanya alenia.
  • Penomoran teks: Dalam penomoran teks, kita harus selalu konsisten dan sesuai aturan penomoran teks. Misalnya dengan huruf (A, 1, a, (1), (a)) dan dengan angka (1.1, 1.2., 1.2.3), atau dengan teknik lain.
  • Perincian: Dalam melalkukan perincian hampir sama dengan sistem penomoran teks. Perincian banyak dijumpai pada soal-soal ujian. Perincian dapat berupa penjabaran, dapat pula berupa pilihan, dapat menggunakan nomor, dan dapat pula menggunakan angka.
  • Kutipan: Setiap kutipan harus mencantumkan sumber. Jika kutipan agak banyak maka harus dibuat dengan font yang berbeda, baik ukuran, dan jenis font-nya, atau bisa juga dengan cara diberi background.
  • Ilustrasi: Ilustrasi harus memiliki keterkaitan dengan materi. Sebab, pemberian ilustrasi bertujuan membantu menjelaskan materi melalui gambar.
  • Tabel: Penempatan tabel harus berdekatan dengan materi yang berkaitan. Jika tidak memungkinkan karena menyesuaikan lay out, sebaiknya diberi nomor.
  • Judul lelar: Judul lelar biasanya ditempatkan di atas atau di bawah teks, kadang diletakkan bersebelahan dengan nomor halaman buku. Judul lelar biasanya berisi judul buku (pada setiap halaman genap) dan judul bab atau nama pengarang (pada setiap halaman ganjil).
  • Inisial: Inisial adalah huruf pertama dalam di awal paragraf setelah judul bab yang dibuat sangat besar melebihi ukuran huruf yang lain.
  • Catatan samping: Biasanya berada di akhir kalimat kutipan tidak langsung.
  • Catatan kaki: Biasanya berada di baris paling bawan halaman, sebelum Judul lelar.
Halaman Postliminary (penyudah)
  • Catatan penutup: Semacam catatan kaki yang berada di akhir materi atau setelah bab terakhir.
  • Daftar istilah: Biasanya berisi istilah-istilah asing dan penjelasannya yang dipakai dalam materi buku.
  • Lampiran: Penjelasan-penjelasan atau data yang berfungsi sebagai pendukung atau penguat materi buku.
  • Indeks: Daftar kata atau istilah penting yang dilengkapi dengan nomor halaman. Indeks disusun secara alfabetis dan tereletak pada bagian akhir buku. Kita dapat mencari informasi dari istilah yang terdapat dalam indeks dengan membuka halaman yang tertera di belakang istilah. Namun, tidak semua buku menggunakan indeks sebagaimana tidak semua buku memerlukan indeks.
  • Daftar pustaka: Berisi daftar buku-buku yang dijadikan referensi dalam menulis materi buku.
  • Biografi penulis: Penjelasan tentang latar belakang penulis yang melahirkan buku. 

 Sumber:
Iyan Wb. 2007. Anatomi Buku. Bandung: Kolbu.

0

Menulis naskah buku, jika dilakukan sendirian, akan menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan. Tetapi, jika dikerjakan bersama-sama dalam satu tim, akan lebih menantang. Karena kita dituntut untuk mampu menyelaraskan dan menyamarasakan naskah tersebut menjadi bacaan yang runtut, padu, dan mulus semulus jalan tol. Nah, di sinilah dibutuhkan strategi penyelarasan akhir serta kerjasama yang solid dan harmonis antaranggota.

Wajar, dan memang seperti itulah semestinya. Karena tidak selamanya dalam satu tim beranggotakan para penulis yang memiliki kemampuan menulis yang sama. Ada yang kemampuannya tinggi, sedang, atau jangan-jangan ada pula yang kemampuannya masih di bawah rata-rata. Tidak mungkin kan hasil tulisan yang masih gado-gado seperti itu asal saja dibawa ke meja redaksi tanpa diselaraskan dulu. Alih-alih membuahkan pujian, para editor justru akan uring-uringan karena mereka dipaksa memeras otak untuk membongkar dan menyelaraskan.

Atau, bisa juga editor uring-uringan karena gaya bahasa yang jomplang alias berat sebelah. Di bab pertama gaya bahasanya segar, ringan, dan penuh humor, eee… di bab kedua terasa kaku, berat, dan terlampau ilmiah. Maklum, penulis bab pertama seorang yang humoris, sementara yang kedua seorang saintis.

Saat memasuki bab ketiga, gaya bahasanya berubah menjadi seperti sang khatib yang sedang berkhutbah atau berpetuah. Begitu sampai di bab keempat, berubah lagi menjadi gaya bahasa odhong-odhong. Anda tahu kan odhong-odhong? Yaitu mainan dengan beraneka bentuk yang dinaiki anak-anak sebagai hiburan mereka. Ada yang berbentuk alat transportasi, binatang, atau lainnya. Gaya bahasa odhong-odhong, begitulah teman-teman editor menyematkan sebutan untuk gaya bahasa buku anak-anak.

Jika Anda membaca buku yang gaya bahasanya gado-gado seperti itu, tentu merasakan tidak nyaman atau bahkan ikut uring-uringan. Untuk itulah, sebelum diajukan ke meja redaksi, tim tersebut harus merancang strategi agar hasil akhir penulisan mereka selaras, sama rasa, juga sama gaya.

Setiap tim pastilah memiliki strategi yang berbeda. Ada yang menempuh cara dengan menunjuk satu orang sebagai eksekutor penyelaras akhir. Ada pula yang proses penyelarasan akhirnya dilakukan bersama-sama dalam satu “rapat paripurna”.

Namun langkah kerja seperti ini tidak berlaku untuk naskah-naskah antologi. Antologi cerpen, misalnya. Karena, untuk naskah antologi, semua orang sudah menyadari bahwa naskah tersebut adalah kumpulan dari beberapa cerpen yang ditulis lebih dari satu orang. Bahkan, dalam naskah antologi, masing-masing penulis justru diharapkan memunculkan karakter serta gaya khas mereka. Justru variasi gaya itulah yang menjadikan pembaca gila membacanya.


***

Belum lama ini saya mendapat amanah untuk membuat naskah tentang pernak-pernik berumah tangga dari A sampai Z, dari menjelang pernikahan sampai perselingkuhan atau bahkan perceraian, serta dari persoalan persetubuhan sampai melahirkan. Setidaknya ada 600 halaman yang harus dituntaskan bersama tim. Nah, di sinilah tantangannya. Harus ada strategi penyelarasan akhir untuk mengeksekusi naskah tersebut agar satu rasa dan satu gaya. Jangan sampai naskah tersebut diserahkan begitu saja kepada penerbit dalam kondisi masih “gado-gado”. Bisa ditebak, editor pasti kesal dan uring-uringan.

Cerita tentang editor yang kesal dan uring-uringan ini aku saksikan sendiri tadi pagi. Beberapa hari lalu, sebut saja Tim A, mereka mengirimkan naskah yang dikehendaki oleh penerbit. Karena harus cepat terbit, segeralah naskah itu dipoles sedemikian rupa oleh editor. Setelah proses penyuntingan rampung, dilanjutkan dengan proses setting dan layout. Ee… di tengah proses setting dan layout tiba-tiba datanglah email berikut:

“Maaf, Mas/Mbak. Saya Yudi, salah satu anggota Tim A. Naskah yang dikirimkan oleh temen-temen tim saya kemarin diabaikan saja. Ganti dengan naskah yang saya kirimkan ini. Karena yang kemarin kurang sempurna, sedangkan yang ini lebih lengkap dan sempurna. By: Yudi.”

Brrraaakkkkk….!!!! Terdengar suara keras dari meja editor disertai kata-kata umpatan dan sumpah serapah.

“Gila bener penulis ini! Apa dia tidak memahami bagaimana lelahnya editor yang sudah ‘berdarah-darah’ menyulap naskah gado-gadonya ini menjadi layak baca?! Eee… lha kok tiba-tiba dengan seenaknya minta dibatalkan dan diganti dengan versi baru yang katanya lebih lengkap dan sempurna,” murka sang editor.

Editor yang lain menyahut, “Sudahlah, naskah versi baru yang menurut Mas Yudi lebih lengkap dan sempurna itu kita abaikan saja. Toh, itu kan hanya subjektivitas Mas Yudi sendiri. Bukan timnya.”

Mbak Yuli, admin di penerbit itu pun ikut bersuara, “Iya, kasihan juga tuh si Baskom, setter dan layouter kita. Dia juga sudah capek-capek lembur untuk menata naskah tersebut.”

Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Termasuk dalam dunia tulis-menulis dan penerbitan. Apa yang ditulis di buku A, mungkin tidak tertulis di buku B. Apa yang tertulis di buku B, bisa jadi tidak tertutur di buku C. Begitulah yang terjadi, sehingga masing-masing buku akan saling melengkapi. Begitu pula tulisan atau artikel di blog kita, pastilah tidak sempurna. Ada plus dan minusnya.

***

Sahabat blogger, pelajaran apa yang bisa kita gamit dari cerita kesal dan uring-uringan sang editor di atas?
1.    Editor adalah partner penulis. Tulisan seorang penulis menjadi indah dan apik sehingga disukai pembaca, itu tidak lepas dari bantuan seorang editor. Bahkan, boleh jadi justru editor itulah yang telah menyulap tulisan seorang penulis sehingga menjadi begitu istimewa. Hanya saja, nasib berbicara lain. Penulis begitu mudah dikenal dan dipuja pembaca, sementara editor harus ikhlas “lillahi ta’ala” karena pembaca memang tidak pernah peduli kepadanya. Jadi, pahami dan hargailah perjuangan keras seorang editor yang telah memoles naskah Anda.


2.    Buatlah sang editor cinta kepada Anda. Ups, maksud saya, buatlah editor cinta terhadap hasil tulisan Anda. Di antara caranya adalah dengan menerapkan prinsip 3T (Tepat waktu pengerjaan, Tepat isi naskah, dan Tepat bahasa). Anda bisa menambahkan “Te…Te…” lain yang bisa membuat editor semakin jatuh cinta.

3.    Jangan pernah secara tiba-tiba, atau dalam bahasa Jawanya disebut mak bedundu’ atau ujuk-ujuk, Anda mengirimkan naskah yang Anda sebut sebagai versi revisi atau penyempurna dari naskah sebelumnya. Padahal naskah yang sebelumnya sudah melewati fase editing, atau bahkan sudah masuk proses film. Bisa marahlah mereka.

Dengan terlewatinya proses editing hingga hendak difilm, berarti naskah Anda sudah dinyatakan sehat oleh redaksi. Kalaupun mereka memandang tidak sehat atau ada beberapa kekurangan, pastilah mereka akan menghubungi Anda untuk membenahi atau merevisi.

Kalaupun mau mengirim naskah penyempurnanya, hendaklah terlebih dahulu menanyakan kepada rekan-rekan di redaksi apakah naskah yang kemarin dikirim sudah diedit atau belum? Jika belum, tentu mereka dengan senang hati akan memproses versi revisi atau penyempurnanya. Tapi jika sudah diedit atau bahkan hampir difilm, Anda harus merelakan naskah tersebut apa adanya. Jangan paksa mereka untuk membongkar ulang.

4.    Jika Anda mengerjakan satu tema naskah dalam satu tim, kuatkan koordinasi antaranggota tim. Siapkan strategi untuk menyelarasakhirkan naskah tersebut sehingga antarbab atau antarbagian dalam buku lebih terasa padu, harmonis, dan tidak amburadul.

Apa yang terjadi dengan Tim A sebagaimana kisah di atas kemungkinan besar disebabkan kurang adanya koordinasi di antara mereka sehingga secara sepihak dan tiba-tiba Mas Yudi mengajukan versi lain yang menurutnya lebih lengkap dan sempurna. Akhirnya, terjadilah tragedi di atas.

Demikian sebagian kecil catatan saya tentang strategi “mencuri hati” sang editor. Tentu masih banyak strategi lain yang belum tertuturkan di sini. Nah, untuk melengkapi dan menyempurnakannya, silakan Anda lengkapi dan sempurnakan sendiri.

Salam literasi!
Dan, salam sukses!


Kontributor tulisan: Irham Sya'roni
Sumber gambar: dari sini
0

Menulis akan mengantarkan kita pada tujuan apa pun yang diinginkan: meraup penghasilan, mencari popularitas, atau tujuan idealis seperti mendidik masyarakat, berdakwah, dan sebagainya. Dengan menulis, kita dapat mengubah dunia sesuai apa pun kehendak kita, menjadi lebih baik atau justru kian buruk dan terpuruk.

Sebesar apa pun gagasan Anda, jika tidak diikat dengan tulisan, maka akan mengendap begitu saja atau menguap, hingga akhirnya tidak membawa manfaat sedikit pun. Kita tidak akan pernah menjadi Muslim dan ‘Alim manakala Al-Qur’an dan Sunnah Nabi tidak pernah dituliskan seperti yang kita baca setiap hari selama ini. (Silakan buka kembali sejarah penulisan serta pembukuan/kodifikasi Al-Qur’an dan Sunnah Nabi!)

Hampir semua ulama salaf juga selalu disibukkan dengan tradisi literasi (membaca dan menulis). Kitab-kitab salaf (untuk tidak menyebut ‘kuning’) yang setiap hari dikaji di pesantren dan madrasah adalah buah karya kesibukan literasi mereka. Lihat pula tokoh-tokoh besar dunia semisal Al-Bukhari, Muslim, Al-Ghazali, Al-Farabi, Imam Syafi’i, dan lainnya, mereka mampu menebarkan peradaban yang mencerahkan juga disebabkan tradisi luhur menulis.

Cobalah sekarang Anda renungkan; jika seorang dai, guru, atau kiai hanya mengandalkan khutbah atau ceramah untuk berdakwah, maka seberapa besar efektivitas yang didapat? Paling-paling hanya puluhan, ratusan, atau ribuan orang yang mendengarnya. Itu pun akan menguap dan hanya tersisa 15 % dari total materi yang diberikan.

Berbeda jika mereka menulis, maka jutaan bahkan seluruh manusia di dunia akan mendapatkan siraman dakwahnya. Bahkan tulisan mereka akan terus awet dan menjadi warisan otentik untuk anak cucu sampai 10.000 turunan (tidak hanya 7 turunan).

Karena itu, mulailah menulis sekarang juga, maka dunia akan menjadi ‘milik’ Anda!

Kontributor tulisan: Irham Sya'roni
Sumber gambar: dari sini
0